Mendidik Anak Bukan Hanya Sekedar Menyekolahkan
Depok SafiraNews 02.09.2021
Data sensus penduduk di negeri ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduknya beragama islam. Ini adalah sebuah realita yang seharusnya dengannya kita bisa melihat adanya sebuah generasi yang tangguh, tetapi ternyata tidak.
Mari kita lihat keadaan diri dan anak-anak kita. Kenyataannya masih sangat sedikit yang benar-benar memperhatikan pendidikan. Sebagian besar acuh dan tidak peduli…
Mungkin banyak yang setuju dengan pernyataan di atas dan menyanggah: “TIDAK! Saya memperhatikan pendidikan anak-anak saya! Saya akan melakukan segalanya demi pendidikan mereka. Seandainya harus menjual tanah, saya akan melakukan yang bisa menyekolahkan mereka sampai jadi sarjana! Biarpun saya cuma lulusan SMP, tapi saya ingin anak saya berpendidikan tinggi! ”
Seperti inilah yang paling kita pahami tentang kewajiban mendidik anak, yaitu menyekolahkan anak sampai tinggi, atau bagaimana cara anak menjadi cerdas, pintar, dan tidak gagap teknologi.
Untuk bisa menyekolahkan anak sampai sarjana, kita rela menjual tanah atau cari hutangan tapi untuk agama mereka kita tidak peduli.
Kita bisa berubah ketika melihat nilai matematika anak kita dapat angka 3, lalu segera keliling mencari tempat kursus yang bagus. Tapi kita tidak peduli ketika anak kita diajari pelajaran PPKN di sekolah; anak kita diajari bahwa agama di Indonesia ada lima dan semua agama itu sama. Semuanya mengajarkan, jadi harus saling menghormati. Padahal telah nyata kebenaran bahwa agama yang Allah subhanahu wa ta’ala ridhoi hanyalah islam. Kata “hanyalah” menunjukkan bahwa tidak ada yang lain. Hal ini termasuk hal yang besar bagi seorang muslim yang tidak layak untuk disepelekan karena ini masalah aqidah seseorang.
Sebagian besar dari kita, seandainya memperhatikan kelakuan anak, berkelakuan baik yang dimaksudkan tolok ukurnya adalah masyarakat. Jadi ketika melihat putri kesayangan jalan-jalan ke mall dengan pakaian ‘pas-pasan’ bersama teman laki-lakinya, ini -menurut pengertian di sini- masih termasuk dalam kriteria ‘berkelakuan baik dan tidak nakal’ karena masyarakat menganggap wajar bagi seorang ABG. Atau ketika putra kesayangan membeli majalah untuk melihat horoskop (ramalan bintang), ini juga masih masuk dalam kriteria ‘berkelakuan baik dan tidak nakal’ karena masyarakat juga menganggap ini adalah hal yang lumrah.
Namun jika dilihat dari tolok ukur yang benar, hal tersebut bertentangan dengan syariat.
Wahai para pendidik!
Sikap mendidik yang seperti ini secara tidak langsung seperti ucapan kita pada anak kita: “Wahai anakku! Kejarlah duniamu! Lupakan akhiratmu! ”
Sedangkan tentang kehidupan dunia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Seandainya dunia sebanding dengan satu sayap sayap lalat di sisi Allah, niscaya Dia tidak akan memberikan seteguk air pun bagi seorang kafir.”
(HR. At-Tirmidzi, dia berkata, “Hadits hasan shahih”)
Bahkan Allah yang tahu orang yang pandai dalam urusan dunia tapi bodoh dalam urusan akhirat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya Allah tahu setiap orang yang tahu urusan dunia namun bodoh dalam urusan akhiratnya.”
( Shahih Jami ‘Ash Shaghir )
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya:
“Mereka hanya tentang melihat yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS. Ar Rum: 7)
Ayat di atas peringatan peringatan keras bagi orang yang hanya mementingkan urusan dunia yang urusan akhiratnya dilupakan.
Adapun para ulama menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut,
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Umumnya manusia tidak memiliki ilmu melainkan ilmu duniawi. Memang mereka maju dalam bidang usaha, tetapi hati mereka tertutup, tidak bisa mempelajari ilmu dienul islam untuk kebahagiaan akhirat mereka. ”
( Tafsir Ibnu Katsir 3/428)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullahkalimat: “Pikiran mereka hanya terpusat pada urusan dunia sehingga lupa urusan akhiratnya. Mereka tidak berharap masuk surga dan tidak takut neraka. Inilah tanda kehancuran mereka, bahkan dengan otaknya mereka bingung dan gila. Usaha mereka memang menakjubkan seperti membuat atom, listrik, angkutan darat, laut dan udara. Sungguh menakjubkan pikiran mereka, seolah-olah tidak ada manusia yang mampu menandinginya, sehingga orang lain menurut pandangan mereka adalah hina.
Akan tetapi ingatlah! Itu orang yang paling bodoh dalam urusan akhirat dan tidak tahu bahwa kepandaiannya akan merusak dirinya. Yang tahu kehancuran mereka adalah insan yang beriman dan berilmu. Mereka bingung karena menyesatkan dirinya sendiri. Itulah Allah bagi orang yang melalaikan urusan akhiratnya, akan dilalaikan oleh Allah ‘azza wa jalla dan tergolong orang fasik. Andaikan mereka ingin berpikir bahwa semua itu adalah mempersembahkan Allah ‘azza wa jalla dan kenikmatan itu dengan iman, tentu hidup mereka bahagia. Akan tetapi lentera yang salah, mengingkari karunia Allah, dalam masalah dunia mereka, melainkan untuk merusak dirinya sendiri. ” (Taisir Karimir Rahman 4/75)
Dunia oh… dunia!
Membuat lalai para pengejarnya!
Perhatikanlah dalam hadis ini bagaimana Allah subhanahu wa ta’ala mengancam dengan kehinaan jika umat Islam sibuk dalam urusan dunia dan lalai urusan akhirat!
Diriwayatkan oleh ibnu ‘Umar radhiyallahu’ anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda yang artinya:
“Apabila kalian berjual beli dengan sistem ‘inah (satu barang dengan dua harga termasuk salah satu jenis riba) dan kalian yang sibuk peternakan dan urusan pertanian dan kalian meninggalkan jihad, niscaya Allah akan timpakan kerendahan kepada kalian yang akan dicabut dari kalian sebelum kalian kembali kepada agama kalian. ” (Riwayat Abu Daud (3462) dan riwayat ini shahih)
Wahai pendidik!
Untuk mengangkat umat ini dari kehinaan Allah telah memberi solusi, yaitu dengan kembali pada dien yang lurus. Kondisi kaum muslimin saat ini masih jauh dari nilai-nilai islam. Kita bisa melihat saat adzan dzuhur dikumandangkan, masjid-masjid sepi dari para jamaah padahal pada waktu yang bersamaan pasar-pasar dan jalan-jalan ramai dipenuhi oleh kaum muslimin. Kita juga bisa melihat orang-orang yang berusaha untuk berpegang teguh pada matahari yang aneh.
Mari kita belajar dari doa Nabi Ibrohim ‘alaihissalam . Ketika beliau berdoa tentang anak dan keturunannya, pandangannya jauh kedepan. Tidak hanya pada kenikmatan-kenikmatan dunia. Tetapi yang mengharapkan adalah agar Allah menjadikan mereka sebagai umat yang tunduk pada patuh pada-Nya, mengutus rasul pada mereka sehingga tidak tersesat dalam kegelapan, menjauhkan mereka dari dosa terbesar yang membinasakan (syirik).
Demikianlah wahai para pendidik!
Tujuan kita adalah tujuan yang mulia!
Mengajak menciptakan meniti jalan yang lurus untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tujuan kita bukan sekedar berapa nilai matematika anak kita, bagaimana kemampuan bahasa inggrisnya, dapat rangking berapa, bisa masuk universitas mana, bisa kerja dimana, bisa belikan kita mobil berapa, atau bisa jadi pejabat tidak.
Tidak sependek itu!
Tidak hanya anak kita yang bisa menyelesaikan ujian semester akhir dengan sukses dan melupakan yang lain padahal ada ujian yang menanti yang jauh lebih besar ketika kita ditanya siapa Robbmu, apa agamamu, dan siapa nabimu.
Maka seharusnya kita mempersiapkan diri.
Mendidik diri-diri kita dan keluarga untuk kembali pada dien ini.
Menempuh jalan yang lurus meski jalan itu terasa jalan karena kamar tidur.
Kembali pada al Quran dan sebagai sunnah dengan pemahaman salafush sholih.
Terangkatnya kemuliaan umat ini adalah dengan kembali pada dien yang lurus. Bukan dengan harta atau kekuasaan.
Seandainya mulia itu dengan kekuasaan, tentu Fira’un termasuk ke dalam orang-orang yang mulia.
Seandainya mulia itu dengan harta, tentu Qorun lebih mulia dari kita.
Kita jadi sadar bahwa ternyata memang masih sedikit yang benar-benar memperhatikan pendidikan menciptakan generasi ini.
@RED
Disadur Dari Muslim GO