Mengetahui Arti Makna I’tikaf
Depok Safiranews 13.03.2024
Puasa Ramadhan sudah berjalan selama tiga hari, suasana masjid dimanapun berada setiap malam masih terasa ramai dan penuh dengan Jamaah yang mengerjakan sholat fardhu isya dan sholat sunah tarawih, Tetapi biasanya diakhir-akhir sepuluh hari terakhir bulan Ramadan mulai banyak jamaah yang melaksanakan I’tikaf didalam masjid. Apakah arti I’tikaf sesungguhnya mari kita bahas dibawah ini.
Mengenal Arti I’tikaf dan Pelaksanaannya Berdasar Hadis NabI Itikaf adalah satu ibadah dalam Islam di mana seorang Muslim mengisolasi diri atau berdiam diri di dalam masjid untuk berfokus secara khusus pada ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah.
Tradisi i’tikaf di masjid biasanya dilakukan selama sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, periode yang dianggap penuh berkah. Praktik ini didasarkan pada contoh Nabi Muhammad SAW, yang secara rutin melakukan iktikaf pada malam-malam terakhir bulan Ramadan.
I’tikaf bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan, introspeksi diri, dan mendalami hubungan pribadi dengan Allah.
Selama i’tikaf, seorang Muslim menahan diri dari urusan dunia dan berfokus sepenuhnya pada ibadah, seperti membaca Al-Qur’an, berdoa, dan merenung. Pada saat ini, mereka juga berkesempatan untuk memperbaiki akhlak, meningkatkan kesadaran spiritual, dan mengendalikan hawa nafsu.
Iktikaf memberikan ruang bagi refleksi mendalam tentang nilai-nilai Islam, serta peluang untuk memperkuat hubungan dengan sesama Muslim yang juga berpartisipasi dalam praktik ini.
Dalil Tentang I’tikaf Selain Bulan Ramadhan
Namun, perlu dicatat bahwa i’tikaf tidak terbatas hanya pada bulan Ramadhan. Beberapa orang juga melakukan iktikaf di luar bulan Ramadhan, meskipun praktik ini lebih umum dilakukan pada bulan suci tersebut.
Menukil muslim.or.id, selama ini bisa jadi kita tahu bahwa iktikaf itu hanya ada di bulan Ramadhan. Perlu diketahui bahwa iktikaf di masjid bisa juga di luar bulan Ramadhan. Beberapa ulama berdalil dengan keumuman ayat,
وَأَنتُمْ عَٰكِفُونَ فِى ٱلْمَسَٰجِدِ
“… sedang kamu beriktikaf di dalam masjid.” (QS. Al-Baqarah: 187)
Syekh Al-Albani rahimahullah berpendapat hukumnya sunah dan berpahala jika melakukan ibadah iktikaf di bulan Ramadhan dan di selain bulan Ramadhan. Beliau rahimahullah berkata,
الاعتكاف سنة في رمضان وغيره من أيام السنة
“Iktikaf hukumnya sunah di bulan Ramadhan dan selain bulan Ramadhan pada hari-hari setahun.”
Bagaimana I’tikaf di Luar Bulan Ramadhan?
An-Nawawi rahimahullah menyatakan ijma‘ akan sunahnya iktikaf. Beliau rahimahullah berkata,
الاعْتِكَافُ سُنَّةٌ بِالإِجْمَاعِ وَلا يَجِبُ إلا بِالنَّذْرِ بِالإِجْمَاعِ , وَيُسْتَحَبُّ الإِكْثَارُ مِنْهُ
“Iktikaf hukumnya sunah secara ijma’ dan hukumnya wajib jika bernazar. Disunahkan memperbanyak iktikaf.” (Al-Majmu’, 6: 501)
Beberapa ulama lain berpendapat bahwa iktikaf selain bulan Ramadhan hukumnya sekedar mubah. Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata,
“والاعتكاف هو في العشر الأواخر من رمضان سنةٌ، وفي غير رمضان جائزٌ”
“Iktikaf pada sepuluh akhir Ramadhan hukumnya sunah dan selain Ramadhan hukumnya boleh.” (Al-Kafiy fi Fiqhi Ahlil Madinah, hal. 131)
Demikian juga Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah yang berpendapat bahwa iktikaf selain Ramadhan hukumnya mubah. Beliau rahimahullah berkata,
“المشروع أن يكون في رمضان فقط….. ولكن لو اعتكف الإنسان في غير رمضان لكان هذا جائزًا
“Yang disyariatkan adalah iktikaf di bulan Ramadhan saja …. Akan tetapi, jika seseorang melakukan iktikaf di selain bulan Ramadhan, hukumnya mubah.” (Fatawa fi Ahkamis Shiyam, hal. 491)
Namun ada yang berpendapat bahwa hukum iktikaf di luar bulan Ramadhan hukumnya sunah dan tetap berpahala.
Sebagai catatan, ada ulama yang mempersyaratkan bahwa iktikaf itu harus dibarengi dengan puasa. Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan,
فالصواب: أنه لا بأس أن يعتكف وإن كان مفطرًا، ولا بأس أن يكون ليلًا أو نهارًا
“Yang lebih rajin adalah tidak mengapa melakukan iktikaf dalam keadaan tidak berpuasa. Boleh dilakukan malam atau siang hari
(Red)